Senin, 19 November 2012

Kasus Dugaan Suap Jual Beli Lahan Hutan Nantalu



KPK Harus Ambil Alih

KISARAN : Keterlibatan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang atas dugaan suap pemberian izin pemanfaatan lahan tahun 2007 senilai Rp5,5 miliar, di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan terus menjadi topik pembicaraan elemen masyarakat setiap harinya.

Raja Kamal
Koordinator Daerah Gerakan Mahasiswa Asahan (Gemas), Alwi Hasbi Silalahi Kepada Sumut24, Minggu (18/11) mengatakan, pihaknya meminta transparansi Kejati Sumut terkait Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejatisu No.Print-17/N.2/Fd.1/04/2012 tanggal 30 April 2012.

“Kami perlu tahu perkembangan penyelidikan keterlibatan Taufan Gama. Dan kita minta, Segera tetapkan sebagai tersangka dengan dasar keluarnya Surat Bantuan Pemanggilan No.R-73/N.2.1/Fd.1/05/2012 tanggal 22 Mei 2012,” kata Alwi.

Menurut Alwi, Sudah hampir  7 bulan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan penyelidikan dugaan suap jual beli lahan perkebunan kelapa sawit dan penerbitan izin prinsip pengelolaan kawasan hutan register 5/A Nantalu senilai Rp5,5 Milyar di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan seluas 5.500 hektar kepada PT Inti Palm Sumatera (IPS) yang melibatkan Taufan Gama Simatupang ketika menjabat Pelaksana Tugas Bupati Asahan tahun 2007. 

Namun hingga saat ini, pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara belum juga memprosesketerlibatan Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang yang diduga telah membuat surat perjanjian atau tanda terima uang bersama Dirut PT Inti Palm Sumatra Sutekno Satya pada 26 Januari 2007 silam saat dirinya menjabat sebagai Plt, yang diduga menerima suap sejumlah uang dalam pemanfaatan lahan sebesar Rp 1 juta dikalikan 5.500 hektar dengan jumlah Rp 5.5 Milyar.

“kinerja Kejaksaan tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) mandul dalam penanganan kasus dugaan suap ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengambil alih kasus  ini,” kata Alwi.

Ditempat terpisah,Tokoh masyarakat Asahan yang juga Ketua Pemuda Pancasila Kabupaten Asahan di-era 60 an, Raja Kamal, kepada Sumut24 mengatakan, seharusnya kasus dugaan suap yang melibatkan Taufan Gama Simatupang tersebut diambil alih oleh Pihak KPK. 

“Untuk menyelesaikan kasus Bupati Asahan tersebut yang sudah terlihat berlarut-larut, maka KPK Perlu mengambil alih kasus Taufan Gama ini,” katanya.

Raja Kamal juga menyayangkan Sikap Taufan Gama yang pada saat itu memberikan rekomendasi pengalihan kawasan hutan lindung seluas 5.500 hektar kepada PT IPS, sementara rakyat masih banyak yang membutuhkannya. 

“seharusnya lahan tersebut diperuntuhkan untuk rakyat dengan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat). Jadi setiap masyarakat bisa memiliki 2 hektar,”cetusnya.

Dikatakan Raja Kamal, apabila surat perjanjian tersebut yang diduga gratifikasi suap terhadap Bupati Asahan itu tidak benar, maka seharusnya dilakukan test uji forensik terhadap tanda tangan Taufan Gama oleh Tim Penyidik. “ Serahkan saja kasus ini ke KPK, agar rakyat puas dan tidak bingung lagi tentang kebenarannya,”Katanya.

Di akhir perbincangan, ditegaskannya bahwa hutan lindung sesuai dengan UU kehutanan tidak bisa dikonversi, tapi Pemkab Asahan masih saja menerbitkan rekomendasi dan izin prinsipnya. Karena itu, Raja Kamal mendesak KPK segera mengambil alih kasus dugaan suap yang melibatkan Taufan Gama  agar jelas titik terangnya dan masyarakat tidak bertanya-tanya lagi. (Her)








Kamis, 15 November 2012

Kasus Dugaan Suap Jual Beli Lahan Hutan Rp5,5 M



Tak Ada Kemajuan

Kejagung Didesak Ambil Alih

KISARAN : Kejaksaan Agung (Kejagung) RI didesak secepatnya mengambil alih penanganan kasus dugaan suap jual beli lahan perkebunan kelapa sawit dan penerbitan izin prinsip pengelolaan kawasan hutan register 5/A Nantalu senilai Rp5,5 Milyar di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan seluas 5.500 hektar kepada PT Inti Palm Sumatera (IPS) yang melibatkan Taufan Gama Simatupang ketika menjabat Pelaksana Tugas Bupati Asahan tahun 2007.

Desakan ini disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Gerakan Mahasiswa Asahan (GEMAS) Riko Basri Koto.  Riko  mendesak agar kasus ini diambil alih penanganannya oleh Kejaksaan Agung dengan alasan, penanganan kasus itu tidak ada kemajuan yang jelas, dan cenderung jalan di tempat.

Kemudian penanganan kasus tersebut tidak transparan, sehingga ada kecenderungan kasus tersebut menjadi kabur, dan jika kasus tersebut ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), sangat berpotensi untuk diinter­vensi, sehingga menghambat proses penyelidikan.

“Kami mendesak agar Kejaksaan Agung dapat mengambil alih pena­nganan kasus dugaan suap Rp5,5 millyar yang melibatkan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang. Kami merasa kasus ini berjalan di tempat,” tandasnya, kepada Sumut24, Kamis (15/11).

Menurutnya, Kejasaan Agung harus secepatnya bertindak. Jangan lagi bersikap menunggu. “Kasus ini ha­rus secepatnya diselesaikan sehing­ga publik tidak bertanya-tanya lagi bahwa ada dugaan penanganan per­kara itu telah dijadikan mesin ATM  oleh Kejatisu terhadap pejabat tinggi yang terlibat,” ungkapnya.

Basri berharap, Jaksa Agung Basrief Arief tidak menutup mata terhadap kasus ini. Karena sebelumnya, lanjut Riko, Kejatisu telah mengeluarkan surat perintah penyelidikan No : Print-17/N.2/Fd.1/04/2012 tertanggal 30 April 2012, dengan realisasi pemanggilan beberapa pejabat di Kabupaten Asahan No : R 73/N.2.1/Fd.1/05/2012 tertanggal 22 Mei 2012 diantaranya H. DN selaku Kepala Badan Pengelola Perizinan Kabupaten Asahan Tahun 2001-2008. H EEPL selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Ashan Tahun 2007-2008 dan Drs SY selaku Kepala Bappeda Kabupaten Asahan Tahun 2007-2008.

Namun sayangnya hingga saat ini, pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara belum juga memproses keterlibatan Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang yang diduga telah membuat surat perjanjian atau tanda terima uang bersama Dirut PT Inti Palm Sumatra Sutekno Satya pada 26 Januari 2007 silam saat dirinya menjabat sebagai Plt, yang diduga menerima suap sejumlah uang dalam pemanfaatan lahan sebesar Rp 1 juta dikalikan 5.500 hektar dengan jumlah Rp 5.5 Milyar.

Dikatakan Riko, apabila surat perjanjian tersebut yang diduga gratifikasi suap terhadap Bupati Asahan itu tidak benar, maka seharusnya dilakukan test uji forensik terhadap tanda tangan saudara Taufan Gama oleh Tim Penyidik Kejaksaan.

Secara terpisah, Ketua Komunitas Mahasiswa Asahan Indonesia (KOMASI), Ahmad Heri Santoso saat dikonfirmasi menegaskan kepada pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk tidak main-main dengan persoalan kasus dugaan suap yang terjadi kepada Bupati Asahan itu, dan kami akan goyang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

" Kalau Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara main-main atau tidak serius menangani kasus ini, kami akan melaporkan Tim Penyidik Kejati Sumut kepada Pihak Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan kami akan melakukan aksi di gedung KPK, agar jelas titik terangnya dan masyarakat tidak bertanya-tanya lagi, "  tegasnya saat dihubungi Sumut24 lewat telephone selulernya. (Her)

Kasihan, Bayi Berusia 3 Bulan Ditinggal Orangtuanya di RS




KISARAN : Bayi berusia tiga bulan bernama Aidil Fitrah, sejak lahir ditinggal orangtuanya tanpa penjelasan di RSUD H Abdul Manan Simatupang Kisaran.

Diduga, ibu bayi meninggalkan anaknya, karena takut tidak bisa membayar biaya pengobatan selama di rumah sakit.

Seharusnya tidak perlu begini. Bayi butuh ASI . Kami tidak terlalu mempermasalah, kalau soal biaya. Kita bisa bicarakan untuk bisa dicari jalan keluar. Pemerintah juga menyediakan bantuan bagi masyarakat yang kurang mampu dalam pembiayaan pengobatan,” kata Julinar, perawat Aidil kepada Sumut24, Rabu (14/11/2012).

Ditambahkan Julinar, bayi Aidil Fitrah masuk ke RSUD H Abdul Manan Simatupang 20 Agustu 2012. Sehari persalinan, sang ibu langsung meninggalkan sang bayi begitu saja. Kejadian ini sangat disayangkan para perawat rumah sakit.
“Untuk kelangsungan biaya perawatan, pihak rumah sakit menggalang dana lewat pengumpulan koin. Aidil lahir secara normal, meskipun sedikit cacat di tangannya,” ujarnya.

Pihak RSUD Abdul Manan telah melaporkan kasus ini ke dinas sosial, namun hingga saat ini orangtua Aidil belum ditemukan. Saat dicek ke data rumah sakit, ternyata nama ibu yang melahirkannya dipalsukan. Demikian juga dengan alamat rumahnya.

Sementara itu, dokter spesialis anak, Alfian Nasution, mengatakan, bahwa kondisi Aidil sehat. Berat badannya terus meningkat, dari 2,5 kiliogram saat dilahirkan kini sudah lima kilogram.

Pihak rumah sakit pun memberi kesempatan bagi siapa saja yang hendak mengurus dan membesarkan sang bayi malang tersebut.(Suheri)

Senin, 12 November 2012

Gaji Hamonangan Siahaan Akan Dihentikan




 KISARAN : Badan Kehormatan (BK) DPRD Asahan akan segera mengajukan permintaan penghentian gaji dan seluruh fasilitas  anggota Komisi D DPRD Asahan, Hamonangan Siahaan ke Bupati Asahan, Taufan Gama Simatupang. 

Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Asahan, Warisno mengatakan,permintaan penghentiaan seluruh fasilitas ini terkait dengan diterimanya salinan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 503 K/Pid/  2012  tentang penolakan kasasi yang diajukan Hamonangan terhadap keputusan Pengadilan Tinggi (PT) Sumut yang telah memvonisnya 1 tahun penjara terkait kasus pemalsuan surat tanah areal hutan Nantalu kecamatan  Sei Kepayang, Kabupaten Asahan. 

"Saya sudah perintahkan kepada Sekwan DPRD, Zainal Abidin selaku Sekretaris BK DPRD untuk segera menyiapkan pengajuan permintaan penghentian ini agar segera ditandatangani pimpinan DPRD,"ujarnya, Minggu (11/11).

Politisi Partai Hanura ini mengatakan dengan keluarnya keputusan MA tersebut maka secara hukum vonis terhadap Hamonangan telah incraht. Dengan demikian secara otomatis Hamonangan telah diberhentikan sebagai anggota DPRD Asahan. Hal ini merujuk kepada pasal 29 ayat 2 huruf c tentang tata Tertib DPRD Asahan, yang menyatakan setiap anggota DPRD yang tersandung pidana akan diberhentikan.  
           
Dia mengatakan, dengan pengajuan surat permintaan penghentian ini, maka seluruh fasilitas yang diberikan pemerintah daerah kepada Hamonangan Siahaan sebagai anggota DPRD Asahan selama ini akan dihentikan, termasuk gajinya. 

Hamonangan telah berhenti sebagai anggota DPRD terhitung  sejak keluarnya keputusan  MA, karena keputusan MA tersebut sudah bersifat incracht (keputusan tetap).,” paparnya. Namun, dari aspek adminstratif, anggota Fraksi Demokrat itu baru resmi dinyatakan berhenti sebagai anggota DPRD Asahan jika  telah keluar keputusan Gubernur Sumatera Utrara (Gubsu).    
  
Pengusulan pemberhentian anggota Fraksi Demokrat DPRD Asahan ini ke Gubernur Sumut  akan ditindaklanjuti dengan permintaan penghentian semua fasilitas yang didapat Hamonangan selama ini sebagai anggota DPRD. Termasuk gaji dan fasilitas lainnya. Pengajuan pengusulan ini dilakukan melalui Bupati Asahan, Taufan Gama. “Jadi definitifnya pemberhentian ini menunggu keputusan Gubsu,” jelas dia.

Warisno mengatakan, pengusulan pemberhentian Hamonangan ke Gubernur Sumatera Utara dari statusnya sebagai anggota DPRD Asahan beserta penghentian semua fasilitas yang diterimanya selama ini telah diperintahkan oleh Badan Kehormatan  DPRD kepada Sekretaris Dewan (Sekwan). Pihaknya, ujar Warisno bahkan  telah meminta proses administratif pemberhentian anggota DPRD Asahan yang satu ini untuk dipercepat, agar proses PAW juga bisa segera dilakukan.   

“Kalau nanti ternyata prosesnya lamban, berarti sangkutnya di Sekwan karena kita sudah perintahkan untuk segera memprosesnya,” jawab dia saat ditanya kepastian pemberhentian secara definitif anggota Fraksi Demokrat DPRD Asahan ini. (Suheri)


Sebagai Paru-paru Dunia Hutan Lindung Tormatutung Terancam Punah



ASAHAN : Kondisi hutan Tormatutung yang merupakan hutan lindung di Desa Tangga Kecamatan Aek Songsongan Kabupaten Asahan sudah sangat mengkhawatirkan. Kerusakan hutan tormatutung lebih disebabkan akibat ulah manusia.

"Penyebab utama kerusakan hutan ini akibat ulah manusia," kata Bendahara LSM Pemerhati Hutan dan Lingkungan (PAHALA) Kabupaten Asahan Sudirman Marpaung kepada Sumut24 di Kisaran, Minggu (11/11).

Menurut Sudirman, Hutan Lindung Tormatutung saat ini hanya tinggal nama. Diketahui, Hutan Tormatutung termasuk Register 1/A dengan fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) dengan luas sekitar 900 hektare, dan Areal Penggunaan Lain (APL) sekitar 602 hektare. Beberapa hari lalu, LSM Pahala yang ikut bersama pihak Dishutbun turun ke lokasi menemukan telah dibentuk jalan sepanjang lebih kurang 4 kilometer. Sedangkan areal yang telah terjual seluas lebih kurang 125 hektare di silumilit.

Dia menambahkan, kegiatan yang dilakukan perusak hutan lindung Tormatutung di Silumilit banyak menuai protes dari kalangan penggiat lingkungan Asahan. Dipertegas Sudirman,  bahwa dirinya sangat menyayangkan, Menhut RI mengeluarkan izin keberadaan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) tahun 1982, areal konsensi yang dimiliki PT Indorayon Utama (sebelum berganti nama menjadi PT TPL) berada dalam kawasan Hutan Tormatutung Register 1/A dengan fungsi Hutan Produksi Terbatas (HPT) sekitar 883 hektare, dan Areal Penggunaan Lain (APL) sekitar 602 hektare wilayah bandar pasir mandoge hulu Sungai Silau.

Sedangkan jika mengacu kepada SK Menhut No.44 Tahun 2005, koordinat hasil tata batas areal Konsensi PT TPL yang dulunya bernama Indorayon Utama, konsensi yang dimiliki perusahaan itu masuk kawasan Hutan Tormatutung Register 1/A dengan fungsi Hutan Lindung (HL) sekitar  707 hektare, Hutan Produksi Terbatas (HPT) sekitar 177 hektare, dan Hutan Produksi (HP) sekitar 602 hektere. Aktifis pecinta lingkungan  bersama Polhut melangkahkan kaki ke lokasi tersebut, dan menemukan tumpukan kayu log berbagai diameter. Bahkan ada yang hingga 1 meter. Setelah dicek koordinatnya berada di N=02 41’ 05,8’ E=99 07’ 06,2’ dan berada di kawasan HP. Sedangkan alat berat di koordinat N=02 40’ 40,6’ E=99 07’ 09,8’ berada di kawasan Hutan Lindung (HL). Ini berdasarkan lampiran peta SK Menhut No 44 Tahun 2005. “Ini sudah termasuk di kawasan Hutan Lindung (HL),” ungkapnya.

Kerusakan hutan tormatutung dirasakan sudah cukup mengkhawatirkan namun upaya penanggulangan belum sebanding. Termasuk untuk mengatasi kerusakan yang semakin parah. “Dari kita bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Asahan akan segera mereboisasi hutan tormatutung yang mengalami kerusakan karena dirambah agar kelestariannya dapat dipertahankan,” ungkapnya.

Aktifis pecinta lingkungan ini juga meminta Menteri kehutanan RI agar meninjau kembali izin yang dikeluarkan tanpa berkoordinasi dengan pemerintahan daerah dalam memperbaharui izin konsensi.

“Kita mohon peninjauan kembali izin konsensi HP dan HTI PT TPL yang dikeluarkan Menteri Kehutanan, karena, areal kerja IUPHHK HTI PT TPL yang berada di wilayah Kabupaten Asahan berada di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sei Silau Tua, yang mengalir sampai membelah kota Kisaran hingga ke Kota Tanjungbalai, telah menjadi sumber kehidupan masyarakat di bawahnya,” Ungkap Sudirman mengakhiri pembicaraannya dengan Sumut24. (Suheri)

Sabtu, 10 November 2012

 Cakap Tokoh

Rusli Ramah Kunci Sukses

BK DPRD Asahan Nonaktifkan Hamonangan Siahaan

KISARAN | SUMUT24

Badan Kehormatan (BK) DPRD Asahan akhirnya memberhentikan sementara anggota Komisi D DPRD Asahan Hamonangan Siahaan. Hamonangan telah menjadi terdakwa dalam kasus tindak pidana pemalsuan surat dan sudah divonis 1 tahun penjara oleh MA pada Rabu (23/5) lalu.

"Kami sudah memperoleh salinan putusan MA dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai," kata Ketua Badan Kehormatan DPRD Asahan Warisno kepada Sumut24 via seluler, Jumat (9/11).

Menurut dia, BK DPRD telah menggelar rapat untuk membahas pemberhentian sementara Hamonangan Siahaan sebagai anggota DPRD Asahan.

Pemberhentian sementara Hamonangan dari keanggotaan DPRD, lanjut dia, secara otomatis diikuti dengan penghentian segala fasilitas yang diberikan kepada yang bersangkutan sebagai anggota DPRD termasuk penghentian gajinya.

"Kita sudah perintahkan Sekretaris Dewan Asahan, untuk menghentikan gaji Hamonangan Siahaan dan meneruskan keputusan Badan Kehormatan DPRD Asahan kepada Gubernur melalui Bupati Asahan untuk memperoleh peresmian pemberhentian,"ujarnya.

Keputusan etik Badan Kehormatan DPRD Asahan itu menurutnya diambil berdasarkan tata tertib DPRD pasal 29 ayat 2 huruf c. Pasal itu selengkapnya berbunyi;

"Anggota DPRD diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih."

Hamonangan Siahaan yang pernah menjadi anggota Komisi D DPRD Asahan menjadi terdakwa kasus pemalsuan surat dan sudah divonis MA 1 tahun penjara lantaran dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sesuai yang termaktup dalam Pasal 263 ayat ke 2 KUHP jo pasal 56 ayat 1 KUHP, tentang perbuatan menggunakan surat palsu. (Suheri)

Kamis, 08 November 2012

Pat Gulipat Perambah Hutan Register 5/A Natalu, Taufan Gama dan Hamonangan Sama-Sama Pemain Watak

MEDAN | SUMUT24

Penerbitan rekomendasi dan izin perinsip pengelolaan kawasan hutan register 5/A Nantalu di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan seluas 5.500 hektar kepada PT IPS hasil permainan rekayasa besar.


H Hamonangan Sihaan, anggota DPRD Asahan terkesan disengaja dijadikan tumbal oleh Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang (TGSm red). Kemudian permainan sampai ke tingkat kejaksaan. Terbukti, meski sudah divonis 1 tahun, Hamonangan tidak dipenjarakan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua DPD Sekoci Indoratu Provinsi Sumatra Utara Willy Simanjuntak BBA kepada SUMUT24, Senin (5/11).

"TGS dan Hamonangan ini sama-sama pemain watak. Kita sangat menghargai penyelidikan yang dilakukan Kejari Tanjung Balai dalam penegakan hukum, demi mengungkap kasus dugaan pemalsuan surat tersebut, kita serahkan tugas tersebut kepada mereka,"paparnya.

Namun, lanjut Willy, dalam kasus ini, sebaiknya pihak penegak hukum jangan mentok di nama H Hamonangan Sihaan saja. Karena, ada dugaan kalau pejabat Tinggi Asahan juga terlibat di dalamnya. Indikasi ini sangat kental, ketika persoalan H Hamonangan Sihaan berawal dari adanya gugatan PT Inti Palm Sumatra (IPS).

"Upaya ini, sebagai bentuk penegakan hukum tanpa ada tebang pilih, karena dimata hukum semua sama, "ucapnya.

Dalam hal ini, ia menerangkan, Asal muasalnya kasus ini berawal dari adanya gugatan PT.IPS terhadap H Hamonangan Siahaan. Hamonangan dituduh dalam pemalsuan surat. Sementara, asal dari surat tersebut terindikasi bukan diciptakan oleh Hamonangan. Beliau hanya sebagai perantara atau penerima kuasa atas penjualan tanah tersebut.

Dimana, dalam penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) pada 27 Desember 1993 yang terletak di Desa Sei Paham dan Desa pembangunan Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan di keluarkan oleh kepala desa. Kuat dugaan, awalnya nama Ir AS menjadi pemilik tanah seluas 1.400 Hektar, namun belakangan ada tertera nama-nama yang menjadi pemilik.

"Mungkin karena takut ketahuan tanah tersebut atas miliknya, ada indikasi Ir AS membuat nama-nama lain yang diduga berasal dari staf dan sejumlah pegawainya dan itu dilakukannya saat dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum (PU) Pemkab Asahan,"papar Willy sambil menerangkan kalau surat tersebut sudah selesai dibuat sebelum H Hamnongan Sihaan menjadi penerima kuasa atas penjualan tanah itu.

Terangnya lagi, berdasarkan keterangan dari H Hamonangan Sihaan, surat tersebut didaftarkan ke pihak BPN Kabupaten Asahan pada tanggal 20 Oktober 1997 dan biaya pendaftaran tanah yang disetorkan ke kas negara.

"Ini artinya, dapat dipastikan surat tersebut dianggap sah. Seharusnya pihak BPN menolak jika ada dugaan pemalsuan, demi menghindari adanya proses hukum,"terang Willy.

Setelah ada surat tersebut, tahun 2008 dititipkanlah berkas itu di Notaris Jalan Cokrominoto No 173 C Kisaran dengan No 58/NOT/SAT/KSR/IV/2008, Kisaran kabupaten Asahan. Isinya menerangkan, telah menerima fhoto copy berkas surat-surat pelepasan ganti rugi tanah oleh dan dari Ir AS.

"Saat itu, dirinya menjabat menjadi Sekda Kabupaten Asahan, sebelum H Hamonangan Sihaan menjadi kuasanya,"kata Willy.

Dari pengakuan Hamonangan, ungkapnya, dirinya kerap melakukan pertemuan dengan Ir AS, mulai pertemuan di kantor maupun di kediamannya. Bahkan, pertemuan tersebut juga dihadiri Wahono dan Ir Mahrujar warga Asahan yang merupakan pihak dari PT Kristal Kencana Abadi selaku kuasa pembeli.

"Dari keterangan ini, jelas anggota DPRD Asahan H Hamonangan Sihaan merupakan tumbal. Kita minta, Kejari Tanjung Balai untuk mengungkap kasusnya lebih dalam, sehingga orang-orang yang dianggap terlibat di dalamnya, dapat diproses secara hukum,"ujarnya. (IND)

Rabu, 07 November 2012

Sudah Inkrah, Hamonangan Siahaan Belum Dieksekusi

KISARAN | SUMUT24

Anggota DPRD Asahan, H Hamonangan Siahaan sekarang masih bisa tenang menghirup udara segar di luar jeruji besi. Padahal, Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan hukuman penjara satu tahun dalam kasus pemalsuan surat/dokumen.

H Hamonangan Siahaan divonis pidana satu tahun penjara oleh MA, Rabu (23/5) lalu karena terdakwa terbukti melanggar hukum sesuai dakwaan subsider, yaitu Pasal 263 ayat ke 2 KUHP jo pasal 56 ayat 1 KUHP, tentang perbuatan menggunakan surat palsu.

Namun demikian, saat ini politisi partai Demokrat tersebut masih belum dijebloskan ke penjara. Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Pidum Kejari) Tanjung Balai Slamet Hariadi, menyebutkan akan melakukan eksekusi dalam waktu dekat ini.

"Kita sudah menerima salinan putusan MA tehadap terpidana kasus pemalsuan surat dengan nomor 503 k/PID/2012 pihak kejaksaan masih menyiapkan berkas untuk menangkap salah seorang anggota DPRD Asahan atas nama H Hamonangan, sedangkan untuk tim eksekutornya kita percayakan kepada Yugo Susandi SH," ujar Slamet saat dihubungi Sumut24 beberapa waktu lalu.

Sementara itu sumber lain di Kejari Tanjungbalai menyebutkan dalam Minggu ini direncanakan akan memanggil H Hamonangan Siahaan. Pemanggilan kedua terhadap anggota DPRD Asahan ini, merupakan prosedur yang harus dilakukan, dalam rangka rencana eksekusi Monang, yang telah ditetapkan sebagai terpidana oleh Mahkamah Agung dalam kasus pemalsuan surat/dokumen.

Sebelumnya, pihak Kejaksaan Negeri Tanjungbalai juga menegaskan, jika pada pemanggilan kedua ini H Hamonangan Siahaan tetap mangkir seperti pada pemanggilan pertama, kemungkinan, akan dilakukan pemanggilan ke tiga.

"Pemanggilan ketiga nantinya, jika benar-benar dilaksanakan, kemungkinan akan diikuti upaya membawa paksa H Hamonangan Siahaan," ujar sumber yang enggan disebut namanya kepada koran ini.

Sementara itu, dari lingkungan DPRD Asahan dikabarkan, seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, Ketua BK DPRD Asahan Warisno menegaskan, H Hamonangan Siahaan harus dinonaktifkan dari DPRD Asahan.

Penonaktifan ini, sebut Warisno, berkaitan dengan keputusan MA Agung, yang telah menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada politisi Partai Demokrat tersebut.

Di tempat terpisah, aktifis Surya Center, Abi Hernanda Manurung kepada Sumut24 meminta, Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai untuk segera melaksanakan eksekusi terhadap H Hamonangan Siahaan.

Dijelaskan Abi, kalau eksekusi tidak dilaksanakan kejaksaan, sama saja kejaksaan dalam hal ini Kejari Tanjung Balai tidak taat pada putusan hakim itu sendiri.

?Memperlambat ekskusi itu contoh preseden buruk bagi penegakan hukum di asahan,?ujar Abi mengakhiri.

Bohong

Sementara itu, Surya Center mendesak agar Kejasaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) mengusut dugaan suap jual beli lahan Hutan Register kepada Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang terkait penerbitan rekomendasi dan izin prinsip pengelolaan kawasan Hutan Register 5/A Nantalu di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang, Kabupaten Asahan seluas 5.500 Hektar kepada PT Inti Palm Sumatera (IPS) tahun 2007.

Ketua Komisi A DPRD Asahan Drs Sofyan Ismail yang dihubungi Sumut24 via selelulernya kemarin, menyatakan tidak yakin Bupati Asahan menerima suap yang jumlahnya begitu besar mencapai miliaran rupiah terkait penerbitan rekomendasi dan izin prinsip atas penyediaan lahan di kawasan Hutan Register 5/A Nantalu di Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang seluas 5.500 hektar tersebut.

"Gak masuk akal itu, karena pada saat itu saya juga tim di dalamnya. Jadi berita tersebut adalah bohong," kata Sofyan Ismail seraya menutup pembicaraan dari ujung teleponnya.

Ungkapan Anggota Dewan Asahan, Sopian Ismail itu langsung ditanggapi oleh Ketua Surya Center, Abi Hernanda Manurung di gedung DPRD Asahan, Selasa (30/10).


Menurut Aktifis yang pernah melakukan aksi jalan kaki dari Kisaran ke Medan itu, pengusutan tersebut perlu dilakukan untuk membuktikan adanya keterlibatan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang yang diduga menerima suap atau kompensasi Rp5,5 Miliar dari penerbitan izin lahan tersebut.

Abi juga sangat menyesalkan ungkapan Sopian Ismail. Pernyataan anggota dewan itu sama sekali merupakan pembohongan Publik Asahan. Sebab ijin prinsip yang dikeluarkan oleh Taufan Gama jelas merupakan dugaan suap. Karena hingga saat ini lahan pengganti untuk lahan Hutan Register 5A tidak ada dilakukan oleh pihak PT. Inti Palm Sumatera.

Coba dihitung berapa nilai jual objek tanah di lokasi itu dan berapa luas yang dimohonkan pihak PT IPS, terkait surat yang dibuat dan adanya surat palsu.

"Untuk itu, kami mendesak Kejatisu untuk memanggil dan memeriksa Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang, yang mana sebelumnya telah diilakukan pemanggilan terhadap beberapa petinggi di Asahan. Namun hingga berita ini dilansir kasus dugaan suap jual beli lahan begitu saja mandek dan berhenti,"bebernya. (her)

Soal Surat Perjanjian Taufan Gama dan Dirut PT IPS Rp5,5 Miliar, Sekoci Sumut Siap Giring ke KPK


MEDAN | SUMUT24

DPD Sekoci Indoratu Sumut akan menggiring penemuan Surat Perjanjian Taufan Gama Simatupang dengan Dirut PT Inti Palm Sumatra (PT IPS) terkait, penerbitan rekomendasi dan izin prinsip pengelolaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.


Hal itu dikatakan Willy Simanjuntak BBA, Direktur DPD Sekoci Indoratu Sumut di Medan Minggu (4/11).

"Dengan bukti yang ada, Sekoci Indoratu Sumut akan mengadukan kasus ini kepada KPK RI melalui kantor pusat yang ada di Jakarta, meminta agar lembaga super body itu turun langsung ke Asahan," bebernya.

Tujuannya, terang Willy, agar klarifikasi dalam kasus pemberian izin prinsip pengelolaan lahan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan hutan register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007 dapat terbongkar.

"Demi penegakan hukum, terhadap indikasi kasus korupsi, kami akan melaporkannya secara langsung, sehingga persoalan yang diindikasi melibatkan pejabat tinggi Asahan dapat menemui titik terang,"paparnya.

Ini sangat berasalan, lanjutnya, demi meningkatkan penyelidikan sejauh mana orang nomor satu di Asahan tersebut terlibat. Karena selama kasus ini terkuak kepermukaan penetapan dari keterlibatan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang masih belum jelas.

"Kami akan meminta KPK RI untuk melakukan penyelidikan, membongkar keterlibatan dari pejabat tinggi yang ada di daerah Asahan. Jika perlu, kami juga akan melaporkan keterlibatan dari PT Inti Palm Sumatra dalam hal ini pihak pengelola lahan. Sebab, di mata hukum negara, siapa pemberi dan penerima dugaan suap harus diproses secara hukum tanpa terkecuali," ketusnya.

Diketahui, dalam surat perjanjian dalam pemberian izin prinsip pengelolaan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan hutan register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham kecamatan Sei Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007, kuat dugaan Bupati terlibat.

Dimana, terang Willy lagi, adanya indikasi surat yang berbunyi dalam butir (D), surat perjanjian tersebut merupakan surat tanda terima uang sebesar Rp 5,5 miliar dari pihak pertama (Drs H Taufan Gama Simatupang) dengan pihak kedua, Sutekno Satya dari PT IPS dalam bentuk tanda terima uang sebesar Rp 5,5 miliar pada 26 Januari 2007 pukul 10:00 WIB.

Selanjunya, dalam butir (C), pihak kedua memberikan kepada pihak pertama (kopensasi lahan-red) seluas 200 Hektar. Dimana, biaya pemeliharaan ditanggung oleh pihak kedua (PT.IPS) dan setelah berbuah diserahkan kepada pihak pertama.

Dengan surat ini, lanjut Willy, dapat diindikasikan keterlibatan pejabat tinggi Pemkab Asahan. Sehingga, demi penegakan hukum, KPK RI diminta untuk turut andil dalam mebongkar kasus tersebut.

Muatan Politis

Ditetapkannya H Hamonangan Siahaan sebagai tersangka dalam pemalsuan surat itu sangat kental muatan politisnya. Jadi, dalam hal ini anggota DPRD Asahan tersebut hanya menjadi tumbal.

"Asal muasalnya kasus ini berawal dari adanya gugatan PT.IPS terhadap
H Hamonangan Siahaan, dimana beliau dituduh dalam pemalsuan surat dalam akte jual beli seluas 1.400 Hektar," terangnya.

Didesak Eksekusi

Terpisah, LSM Forum Keadilan Untuk Semua (Fokus), mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Balai, segera melakukan eksekusi terhadap oknum Anggota DPRD Asahan, Hamonangan Siahaan.

Yang bersangkutan telah divonis 1 tahun penjara, karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan surat palsu.

Sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 592/PID/2011/PT-MDN tanggal 07 November 2012 dan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor : 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012.

Diminta, agar Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanjung Balai selaku eksekutor perkara ini, segera menjebloskan anggota DPRD Asahan Hamonangan Siahaan ke dalam penjara.

"Sebab, permohonan kasasinya telah ditolak Hakim Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan Nomor: 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012,?kata Ketua LSM Fokus, M Syihabuddin di Kisaran, Minggu (4/11).

Syihabuddin menyebutkan, putusan MA yang menolak permohonan kasasi terdakwa Hamonangan Siahaan ini dapat dijadikan sebagai bukti. Bahwa anggota DPRD Asahan bukanlah sekelompok manusia yang kebal hukum sehingga dapat berbuat semena-mena membuat surat palsu demi kepentingan pribadinya.

Menurut Syihabuddin, putusan tersebut juga dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi masyarakat umum, khususnya anggota DPRD Asahan.

Namun yang membuat heran masyarakat kenapa Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Balai hingga kini belum mengeksekusi terpidana kasus korupsi yang kini masih aktif sebagai anggota DPRD Asahan. Padahal sudah divonis MA 1 tahun penjara pada 23 mei 2012.

?Penegakkan hukum diharapkan untuk tidak tebang pilih,? ketus Syihabuddin kecewa.

Sementara itu, Adit Syatria Tanjung, Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Asahan-Tanjung Balai yang dimintai komentarnya mengenai kasus ini mengatakan, sebagai warga Asahan dirinya menaruh harapan, agar pihak kejaksaan segera menjalankan putusan hukum yakni melakukan eksekusi terhadap H Monang Siahaan, sesuai vonis yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung.

Kata Adit, meski sangat kental nuansa politisnya, kejaksaan harus tegas, dan tidak terpengaruh dengan upaya loby-loby politik yang kemungkinan dilakukan sejumlah pihak, untuk menunda atau mungkin menggagalkan upaya eksekusi oleh pihak kejaksaan.

Bahkan, Adit mengultimatum, agar Kejaksaan tidak main-main dalam perkara ini. ?Jika kejaksaan tidak sanggup mengeksekusi yang bersangkutan, menurut saya, tindakan yang paling patut dilakukan adalah ?mengeksekusi? pihak-pihak terkait di Kejaksaan Tanjungbalai, karena diduga tidak mampu menjalankan tupoksinya. Bila dalam minggu ini, Monang belum juga dieksekusi maka kita akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Kejari Tanjung Balai,? tantang Adit.

Sekedar mengingatkan, dalam amar putusan MA No 503 k/PID/2012, hakim kasasi di MA menyatakan menerima putusan PT Medan yang memvonis terdakwa Hamonangan Siahaan dengan pidana penjara selama setahun.

Seperti dilansir di situs resmi MA, majelis hakim menilai, ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa yakni, pemalsuan surat dengan sengaja dan memasang pamflet di lahan eks hutan mangrove yang berada di Kecamatan Sei Kepayang bertuliskan tanah ini milik H Monang.

Dalam amar putusan dijelaskan, pada 13 Maret 2009 sekitar pukul 11.00 WIB di Desa Sei Paham, Kecamatan Sei Kepayang Asahan, terdakwa H Monang Siahaan memerintahkan beberapa orang anak buahnya masuk ke dalam areal milik salahsatu perusahaan perkebunan di tempat itu, untuk memasang pamflet bertuliskan, ?Lahan ini milik Haji Monang? yang kemudian diikuti dengan penanaman bibit kelapa sawit di tempat itu.

Menurut majelis hakim dalam salinan putusan tersebut, perbuatan itu disaksikan oleh 2 orang saksi yakni Zairuddin dan Winta. ?Oleh kedua saksi, orang-orang suruhan terdakwa sempat ditanyai. Dan orang-orang suruhan tersebut mengaku, bahwa terdakwa, H Monang Siahaan memiliki alas hak atas tanah itu.

Tanah itu sendiri, sudah dibeli oleh Hasan Wijaya alias Aken selaku Direksi PT Kristal Kencana Abadi dari terdakwa, dengan alas hak surat tanah yang dipalsukan, sebanyak 800 surat penyerahan/pelepasan hak dari warga, dengan luas masing-masing per surat penyerahan 2 hektar, sehingga total tanah seluas 1600 hektar.

Mengenai kepastian surat palsu itu, majelis hakim berpendapat, hal tersebut sesuai dengan pemeriksaan forensik Polri, dengan salinan No.4275/DTF/X/2009, tertanggal 23 Oktober 2009 yang ditandatangani Dra Melta Tarigan, Yendri Nofira, dan Khairun Nisa.

Masing-masing pemeriksa itu menurut majelis hakim, memastikan bahwa tanda tangan Drs Ibrahim Usman, selaku camat yang menandatangani surat milik terdakwa, non identik alias berbeda dengan tanda tangan Ibrahim Usman yang diperoleh tim pemeriksa forensik sebagai pembanding.

?Selain itu, saksi-saki, yang namanya tercatat sebagai pemilik pada surat pelepasan hak yang dimiliki terdakwa, mengaku tidak pernah memiliki tanah di wilayah itu,? sebut majelis hakim. (ind/Suh)