Senin, 5 November 2012 | 19:28:47
MEDAN | SUMUT24
DPD Sekoci Indoratu Sumut akan menggiring penemuan Surat Perjanjian
Taufan Gama Simatupang dengan Dirut PT Inti Palm Sumatra (PT IPS)
terkait, penerbitan rekomendasi dan izin prinsip pengelolaan ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Hal itu dikatakan Willy Simanjuntak BBA, Direktur DPD Sekoci Indoratu Sumut di Medan Minggu (4/11).
"Dengan bukti yang ada, Sekoci Indoratu Sumut akan mengadukan kasus ini
kepada KPK RI melalui kantor pusat yang ada di Jakarta, meminta agar
lembaga super body itu turun langsung ke Asahan," bebernya.
Tujuannya, terang Willy, agar klarifikasi dalam kasus pemberian izin
prinsip pengelolaan lahan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan
hutan register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham
Kecamatan Sei Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007 dapat terbongkar.
"Demi penegakan hukum, terhadap indikasi kasus korupsi, kami akan
melaporkannya secara langsung, sehingga persoalan yang diindikasi
melibatkan pejabat tinggi Asahan dapat menemui titik terang,"paparnya.
Ini sangat berasalan, lanjutnya, demi meningkatkan penyelidikan sejauh
mana orang nomor satu di Asahan tersebut terlibat. Karena selama kasus
ini terkuak kepermukaan penetapan dari keterlibatan Bupati Asahan Taufan
Gama Simatupang masih belum jelas.
"Kami akan meminta KPK RI untuk melakukan penyelidikan, membongkar
keterlibatan dari pejabat tinggi yang ada di daerah Asahan. Jika perlu,
kami juga akan melaporkan keterlibatan dari PT Inti Palm Sumatra dalam
hal ini pihak pengelola lahan. Sebab, di mata hukum negara, siapa
pemberi dan penerima dugaan suap harus diproses secara hukum tanpa
terkecuali," ketusnya.
Diketahui, dalam surat perjanjian dalam pemberian izin prinsip
pengelolaan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan hutan
register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham kecamatan Sei
Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007, kuat dugaan Bupati terlibat.
Dimana, terang Willy lagi, adanya indikasi surat yang berbunyi dalam
butir (D), surat perjanjian tersebut merupakan surat tanda terima uang
sebesar Rp 5,5 miliar dari pihak pertama (Drs H Taufan Gama Simatupang)
dengan pihak kedua, Sutekno Satya dari PT IPS dalam bentuk tanda terima
uang sebesar Rp 5,5 miliar pada 26 Januari 2007 pukul 10:00 WIB.
Selanjunya, dalam butir (C), pihak kedua memberikan kepada pihak pertama
(kopensasi lahan-red) seluas 200 Hektar. Dimana, biaya pemeliharaan
ditanggung oleh pihak kedua (PT.IPS) dan setelah berbuah diserahkan
kepada pihak pertama.
Dengan surat ini, lanjut Willy, dapat diindikasikan keterlibatan pejabat
tinggi Pemkab Asahan. Sehingga, demi penegakan hukum, KPK RI diminta
untuk turut andil dalam mebongkar kasus tersebut.
Muatan Politis
Ditetapkannya H Hamonangan Siahaan sebagai tersangka dalam pemalsuan
surat itu sangat kental muatan politisnya. Jadi, dalam hal ini anggota
DPRD Asahan tersebut hanya menjadi tumbal.
"Asal muasalnya kasus ini berawal dari adanya gugatan PT.IPS terhadap
H Hamonangan Siahaan, dimana beliau dituduh dalam pemalsuan surat dalam akte jual beli seluas 1.400 Hektar," terangnya.
Didesak Eksekusi
Terpisah, LSM Forum Keadilan Untuk Semua (Fokus), mendesak Kejaksaan
Negeri (Kejari) Tanjung Balai, segera melakukan eksekusi terhadap oknum
Anggota DPRD Asahan, Hamonangan Siahaan.
Yang bersangkutan telah divonis 1 tahun penjara, karena telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan
sengaja dan melawan hukum menggunakan surat palsu.
Sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 592/PID/2011/PT-MDN
tanggal 07 November 2012 dan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor
: 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012.
Diminta, agar Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanjung Balai selaku eksekutor
perkara ini, segera menjebloskan anggota DPRD Asahan Hamonangan Siahaan
ke dalam penjara.
"Sebab, permohonan kasasinya telah ditolak Hakim Mahkamah Agung (MA)
dengan Putusan Nomor: 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012,?kata Ketua
LSM Fokus, M Syihabuddin di Kisaran, Minggu (4/11).
Syihabuddin menyebutkan, putusan MA yang menolak permohonan kasasi
terdakwa Hamonangan Siahaan ini dapat dijadikan sebagai bukti. Bahwa
anggota DPRD Asahan bukanlah sekelompok manusia yang kebal hukum
sehingga dapat berbuat semena-mena membuat surat palsu demi kepentingan
pribadinya.
Menurut Syihabuddin, putusan tersebut juga dapat dijadikan sebagai
pelajaran berharga bagi masyarakat umum, khususnya anggota DPRD Asahan.
Namun yang membuat heran masyarakat kenapa Kejaksaan Negeri (Kejari)
Tanjung Balai hingga kini belum mengeksekusi terpidana kasus korupsi
yang kini masih aktif sebagai anggota DPRD Asahan. Padahal sudah divonis
MA 1 tahun penjara pada 23 mei 2012.
?Penegakkan hukum diharapkan untuk tidak tebang pilih,? ketus Syihabuddin kecewa.
Sementara itu, Adit Syatria Tanjung, Sekretaris Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Asahan-Tanjung Balai yang dimintai komentarnya
mengenai kasus ini mengatakan, sebagai warga Asahan dirinya menaruh
harapan, agar pihak kejaksaan segera menjalankan putusan hukum yakni
melakukan eksekusi terhadap H Monang Siahaan, sesuai vonis yang telah
ditetapkan oleh Mahkamah Agung.
Kata Adit, meski sangat kental nuansa politisnya, kejaksaan harus tegas,
dan tidak terpengaruh dengan upaya loby-loby politik yang kemungkinan
dilakukan sejumlah pihak, untuk menunda atau mungkin menggagalkan upaya
eksekusi oleh pihak kejaksaan.
Bahkan, Adit mengultimatum, agar Kejaksaan tidak main-main dalam perkara
ini. ?Jika kejaksaan tidak sanggup mengeksekusi yang bersangkutan,
menurut saya, tindakan yang paling patut dilakukan adalah ?mengeksekusi?
pihak-pihak terkait di Kejaksaan Tanjungbalai, karena diduga tidak
mampu menjalankan tupoksinya. Bila dalam minggu ini, Monang belum juga
dieksekusi maka kita akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Kejari
Tanjung Balai,? tantang Adit.
Sekedar mengingatkan, dalam amar putusan MA No 503 k/PID/2012, hakim
kasasi di MA menyatakan menerima putusan PT Medan yang memvonis terdakwa
Hamonangan Siahaan dengan pidana penjara selama setahun.
Seperti dilansir di situs resmi MA, majelis hakim menilai, ada beberapa
hal yang memberatkan terdakwa yakni, pemalsuan surat dengan sengaja dan
memasang pamflet di lahan eks hutan mangrove yang berada di Kecamatan
Sei Kepayang bertuliskan tanah ini milik H Monang.
Dalam amar putusan dijelaskan, pada 13 Maret 2009 sekitar pukul 11.00
WIB di Desa Sei Paham, Kecamatan Sei Kepayang Asahan, terdakwa H Monang
Siahaan memerintahkan beberapa orang anak buahnya masuk ke dalam areal
milik salahsatu perusahaan perkebunan di tempat itu, untuk memasang
pamflet bertuliskan, ?Lahan ini milik Haji Monang? yang kemudian diikuti
dengan penanaman bibit kelapa sawit di tempat itu.
Menurut majelis hakim dalam salinan putusan tersebut, perbuatan itu
disaksikan oleh 2 orang saksi yakni Zairuddin dan Winta. ?Oleh kedua
saksi, orang-orang suruhan terdakwa sempat ditanyai. Dan orang-orang
suruhan tersebut mengaku, bahwa terdakwa, H Monang Siahaan memiliki alas
hak atas tanah itu.
Tanah itu sendiri, sudah dibeli oleh Hasan Wijaya alias Aken selaku
Direksi PT Kristal Kencana Abadi dari terdakwa, dengan alas hak surat
tanah yang dipalsukan, sebanyak 800 surat penyerahan/pelepasan hak dari
warga, dengan luas masing-masing per surat penyerahan 2 hektar, sehingga
total tanah seluas 1600 hektar.
Mengenai kepastian surat palsu itu, majelis hakim berpendapat, hal
tersebut sesuai dengan pemeriksaan forensik Polri, dengan salinan
No.4275/DTF/X/2009, tertanggal 23 Oktober 2009 yang ditandatangani Dra
Melta Tarigan, Yendri Nofira, dan Khairun Nisa.
Masing-masing pemeriksa itu menurut majelis hakim, memastikan bahwa
tanda tangan Drs Ibrahim Usman, selaku camat yang menandatangani surat
milik terdakwa, non identik alias berbeda dengan tanda tangan Ibrahim
Usman yang diperoleh tim pemeriksa forensik sebagai pembanding.
?Selain itu, saksi-saki, yang namanya tercatat sebagai pemilik pada
surat pelepasan hak yang dimiliki terdakwa, mengaku tidak pernah
memiliki tanah di wilayah itu,? sebut majelis hakim. (ind/Suh)