Rabu, 07 November 2012

Soal Surat Perjanjian Taufan Gama dan Dirut PT IPS Rp5,5 Miliar, Sekoci Sumut Siap Giring ke KPK


MEDAN | SUMUT24

DPD Sekoci Indoratu Sumut akan menggiring penemuan Surat Perjanjian Taufan Gama Simatupang dengan Dirut PT Inti Palm Sumatra (PT IPS) terkait, penerbitan rekomendasi dan izin prinsip pengelolaan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.


Hal itu dikatakan Willy Simanjuntak BBA, Direktur DPD Sekoci Indoratu Sumut di Medan Minggu (4/11).

"Dengan bukti yang ada, Sekoci Indoratu Sumut akan mengadukan kasus ini kepada KPK RI melalui kantor pusat yang ada di Jakarta, meminta agar lembaga super body itu turun langsung ke Asahan," bebernya.

Tujuannya, terang Willy, agar klarifikasi dalam kasus pemberian izin prinsip pengelolaan lahan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan hutan register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham Kecamatan Sei Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007 dapat terbongkar.

"Demi penegakan hukum, terhadap indikasi kasus korupsi, kami akan melaporkannya secara langsung, sehingga persoalan yang diindikasi melibatkan pejabat tinggi Asahan dapat menemui titik terang,"paparnya.

Ini sangat berasalan, lanjutnya, demi meningkatkan penyelidikan sejauh mana orang nomor satu di Asahan tersebut terlibat. Karena selama kasus ini terkuak kepermukaan penetapan dari keterlibatan Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang masih belum jelas.

"Kami akan meminta KPK RI untuk melakukan penyelidikan, membongkar keterlibatan dari pejabat tinggi yang ada di daerah Asahan. Jika perlu, kami juga akan melaporkan keterlibatan dari PT Inti Palm Sumatra dalam hal ini pihak pengelola lahan. Sebab, di mata hukum negara, siapa pemberi dan penerima dugaan suap harus diproses secara hukum tanpa terkecuali," ketusnya.

Diketahui, dalam surat perjanjian dalam pemberian izin prinsip pengelolaan kepada PT Inti Palm Sumatra (IPS) atas kawasan hutan register 5/A seluas 5.500 Hektar di daerah Desa Sei Paham kecamatan Sei Kepayang, kabupaten Asahan tahun 2007, kuat dugaan Bupati terlibat.

Dimana, terang Willy lagi, adanya indikasi surat yang berbunyi dalam butir (D), surat perjanjian tersebut merupakan surat tanda terima uang sebesar Rp 5,5 miliar dari pihak pertama (Drs H Taufan Gama Simatupang) dengan pihak kedua, Sutekno Satya dari PT IPS dalam bentuk tanda terima uang sebesar Rp 5,5 miliar pada 26 Januari 2007 pukul 10:00 WIB.

Selanjunya, dalam butir (C), pihak kedua memberikan kepada pihak pertama (kopensasi lahan-red) seluas 200 Hektar. Dimana, biaya pemeliharaan ditanggung oleh pihak kedua (PT.IPS) dan setelah berbuah diserahkan kepada pihak pertama.

Dengan surat ini, lanjut Willy, dapat diindikasikan keterlibatan pejabat tinggi Pemkab Asahan. Sehingga, demi penegakan hukum, KPK RI diminta untuk turut andil dalam mebongkar kasus tersebut.

Muatan Politis

Ditetapkannya H Hamonangan Siahaan sebagai tersangka dalam pemalsuan surat itu sangat kental muatan politisnya. Jadi, dalam hal ini anggota DPRD Asahan tersebut hanya menjadi tumbal.

"Asal muasalnya kasus ini berawal dari adanya gugatan PT.IPS terhadap
H Hamonangan Siahaan, dimana beliau dituduh dalam pemalsuan surat dalam akte jual beli seluas 1.400 Hektar," terangnya.

Didesak Eksekusi

Terpisah, LSM Forum Keadilan Untuk Semua (Fokus), mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Balai, segera melakukan eksekusi terhadap oknum Anggota DPRD Asahan, Hamonangan Siahaan.

Yang bersangkutan telah divonis 1 tahun penjara, karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan surat palsu.

Sebagaimana Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 592/PID/2011/PT-MDN tanggal 07 November 2012 dan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor : 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012.

Diminta, agar Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanjung Balai selaku eksekutor perkara ini, segera menjebloskan anggota DPRD Asahan Hamonangan Siahaan ke dalam penjara.

"Sebab, permohonan kasasinya telah ditolak Hakim Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan Nomor: 503 K/Pid/2012 bertanggal 23 Mei 2012,?kata Ketua LSM Fokus, M Syihabuddin di Kisaran, Minggu (4/11).

Syihabuddin menyebutkan, putusan MA yang menolak permohonan kasasi terdakwa Hamonangan Siahaan ini dapat dijadikan sebagai bukti. Bahwa anggota DPRD Asahan bukanlah sekelompok manusia yang kebal hukum sehingga dapat berbuat semena-mena membuat surat palsu demi kepentingan pribadinya.

Menurut Syihabuddin, putusan tersebut juga dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi masyarakat umum, khususnya anggota DPRD Asahan.

Namun yang membuat heran masyarakat kenapa Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Balai hingga kini belum mengeksekusi terpidana kasus korupsi yang kini masih aktif sebagai anggota DPRD Asahan. Padahal sudah divonis MA 1 tahun penjara pada 23 mei 2012.

?Penegakkan hukum diharapkan untuk tidak tebang pilih,? ketus Syihabuddin kecewa.

Sementara itu, Adit Syatria Tanjung, Sekretaris Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Asahan-Tanjung Balai yang dimintai komentarnya mengenai kasus ini mengatakan, sebagai warga Asahan dirinya menaruh harapan, agar pihak kejaksaan segera menjalankan putusan hukum yakni melakukan eksekusi terhadap H Monang Siahaan, sesuai vonis yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Agung.

Kata Adit, meski sangat kental nuansa politisnya, kejaksaan harus tegas, dan tidak terpengaruh dengan upaya loby-loby politik yang kemungkinan dilakukan sejumlah pihak, untuk menunda atau mungkin menggagalkan upaya eksekusi oleh pihak kejaksaan.

Bahkan, Adit mengultimatum, agar Kejaksaan tidak main-main dalam perkara ini. ?Jika kejaksaan tidak sanggup mengeksekusi yang bersangkutan, menurut saya, tindakan yang paling patut dilakukan adalah ?mengeksekusi? pihak-pihak terkait di Kejaksaan Tanjungbalai, karena diduga tidak mampu menjalankan tupoksinya. Bila dalam minggu ini, Monang belum juga dieksekusi maka kita akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Kejari Tanjung Balai,? tantang Adit.

Sekedar mengingatkan, dalam amar putusan MA No 503 k/PID/2012, hakim kasasi di MA menyatakan menerima putusan PT Medan yang memvonis terdakwa Hamonangan Siahaan dengan pidana penjara selama setahun.

Seperti dilansir di situs resmi MA, majelis hakim menilai, ada beberapa hal yang memberatkan terdakwa yakni, pemalsuan surat dengan sengaja dan memasang pamflet di lahan eks hutan mangrove yang berada di Kecamatan Sei Kepayang bertuliskan tanah ini milik H Monang.

Dalam amar putusan dijelaskan, pada 13 Maret 2009 sekitar pukul 11.00 WIB di Desa Sei Paham, Kecamatan Sei Kepayang Asahan, terdakwa H Monang Siahaan memerintahkan beberapa orang anak buahnya masuk ke dalam areal milik salahsatu perusahaan perkebunan di tempat itu, untuk memasang pamflet bertuliskan, ?Lahan ini milik Haji Monang? yang kemudian diikuti dengan penanaman bibit kelapa sawit di tempat itu.

Menurut majelis hakim dalam salinan putusan tersebut, perbuatan itu disaksikan oleh 2 orang saksi yakni Zairuddin dan Winta. ?Oleh kedua saksi, orang-orang suruhan terdakwa sempat ditanyai. Dan orang-orang suruhan tersebut mengaku, bahwa terdakwa, H Monang Siahaan memiliki alas hak atas tanah itu.

Tanah itu sendiri, sudah dibeli oleh Hasan Wijaya alias Aken selaku Direksi PT Kristal Kencana Abadi dari terdakwa, dengan alas hak surat tanah yang dipalsukan, sebanyak 800 surat penyerahan/pelepasan hak dari warga, dengan luas masing-masing per surat penyerahan 2 hektar, sehingga total tanah seluas 1600 hektar.

Mengenai kepastian surat palsu itu, majelis hakim berpendapat, hal tersebut sesuai dengan pemeriksaan forensik Polri, dengan salinan No.4275/DTF/X/2009, tertanggal 23 Oktober 2009 yang ditandatangani Dra Melta Tarigan, Yendri Nofira, dan Khairun Nisa.

Masing-masing pemeriksa itu menurut majelis hakim, memastikan bahwa tanda tangan Drs Ibrahim Usman, selaku camat yang menandatangani surat milik terdakwa, non identik alias berbeda dengan tanda tangan Ibrahim Usman yang diperoleh tim pemeriksa forensik sebagai pembanding.

?Selain itu, saksi-saki, yang namanya tercatat sebagai pemilik pada surat pelepasan hak yang dimiliki terdakwa, mengaku tidak pernah memiliki tanah di wilayah itu,? sebut majelis hakim. (ind/Suh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar